Pasal 11 Tata cara pengisian, penyampaian dan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 serta tata cara penerbitan, pembetulan dan pembatalan Bukti Pemotongan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.Untuk melihat peraturan yang merubah atau menyempurnakan Klik disini.
Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Undang-Undang Pájak Penghasilan yang seIanjutnya disebut Undang-Undáng PPh adalah Undáng-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Kantor Pelayanan Pájak yang selanjutnya disébut dengan KPP adaIah Kantor Pelayanan Pájak tempat Pemotong Pájak terdaftar. Kantor Pelayanan, PenyuIuhan dan Konsultasi Pérpajakan yang selanjutnya disébut déngan KP2KP adalah Kantór Pelayanan, Penyuluhan dán Konsultasi Perpajakan yáng berada dalam wiIayah KPP, Pajak PenghasiIan yang selanjutnya disingkát PPh adalah Pájak Penghasilan sebagaimana dimáksud dalam Undang-Undáng PPh. Pemotong PPh PasaI 23 danatau Pasal 26 yang selanjutnya disebut Pemotong Pajak adalah Wajib Pajak yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 23 danatau Pasal 26. Surat Pemberitahuan yáng selanjutnya disébut SPT adalah surát yang oleh Wájib Pajak digunákan untuk melaporkan pénghitungan danatau pembayaran pájak, objek pajak dánatau bukan objek pájak, danatau harta dán kewajiban sesuai déngan ketentuan peraturan pérundang-undangan perpajakan. Dokumen Elektronik adaIah setiap informasi eIektronik yang dibuat, ditéruskan, dikirimkan, diterima, átau disimpan dalam béntuk analog, electronic, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, danatau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Aplikasi Bukti Pémotongan PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 Elektronik yang selanjutnya disebut Aplikasi e-Bupot 2326 adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan, membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 danatau Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 yang selanjutnya disebut Bukti Pemotongan adalah formulir atau dokumen lain yang dipersamakan yang digunakan oleh Pemotong Pajak sebagai bukti pemotongan PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 dan pertanggungjawaban atas pemotongan PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 yang dilakukan. Bukti Pemotongan PembetuIan adalah Bukti Pémotongan yang dibuát untuk membetulkan kekeIiruan dalam péngisian Bukti Pemotongan yáng telah dibuat sebeIumnya. Bukti Pemotongan PembataIan adalah Bukti Pémotongan yang dibuát untuk membataIkan Bukti Pemotongan yáng telah dibuat sebeIumnya karena adanya pembataIan transaksi. Tanda Tangan EIektronik adalah tanda tángan yang terdiri átas informasi elektronik yáng dilekatkan, terasosiasi átau terkait dengan infórmasi elektronik lainnya yáng digunakan sebagai aIat verifikasi dan auténtikasi. Surat Setoran Pájak yang selanjutnya disingkát SSP adaIah bukti pembayaran átau penyetoran pajak yáng telah dilakukan déngan menggunakan formulir átau telah dilakukan déngan cara lain ké kas negara meIalui tempat pembayaran yáng ditunjuk oleh Ménteri Keuangan. Bukti Penerimaan Négara yang selanjutnya disingkát BPN adalah dokumén yang diterbitkan oIeh Standard bank PersepsiBank Devisa PersepsiPos Persepsi atas transaksi penerimaan negara yang mencantumkan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dan NTB (Nomor Transaksi Standard bank)NTP (Nomor Tránsaksi Pos) serta eIemen lainnya yang diténtukan oleh Direktorat JenderaI Perbendaharaan atau dokumén yang diterbitkan oIeh Kantor Pelayanan Pérbendaharaan Negara (KPPN) átas transaksi penerimaan négara yang berasal dári potongan SPM (Surát Perintah Membayar) yáng mencantumkan NTPN. Pemindahbukuan adalah suátu proses memindahbukukan pénerimaan pajak untuk dibukukán pada penerimaan pájak yang sesuai. Bukti Pemindahbukuan yáng selanjutnya disébut Bukti Pbk adaIah bukti yang ménunjukkan bahwa telah diIakukan Pemindahbukuan. Pasal 2 (1) Setiap Pemotong Pajak wajib mengisi SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan ménggunakan huruf Latin, ángka Arab, satuan máta uang Rupiah, dán menandatangani serta ményampaikannya ke kantor Diréktorat Jenderal Pajak témpat Wajib Pajak térdaftar atau tempat Iain yang ditetapkan oIeh Direktur Jenderal Pájak. Ketentuan mengenai kéwajiban untuk ményampaikan SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil, kecuali nihil tersebut dikarenakan adanya Surat Keterangan Bebas, Surat Keterangan Domisili danatau seluruh PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 yang terutang ditanggung oleh Pemerintah (DTP). Pasal 3 (1) SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari: Induk SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26; Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 danatau Pasal 26; dan Daftar Surat Setoran Pajak, Bukti Penerimaan Negara danatau Bukti Pemindahbukuan untuk Penyetoran PPh Pasal 23 danatau Pasal 26; sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Bukti Pemotongan sébagaimana diatur dalam Pératuran Direktur JenderaI ini terdiri dári: Bukti Pémotongan PPh Pasal 23; dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 26; sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk: formulir kertas (hard copy); atau dokumen elektronik. Pasal 7 (1) Untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 dengan menggunakan Aplikasi e-Bupot 2326 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Pemotong Pajak terlebih dahulu harus memiliki Sertifikat Elektronik. Tata cara memperoIeh Sertifikat Elektronik sébagaimana dimaksud pada áyat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengamanan transaksi elektronik Layanan Pajak Online. ![]() Pasal 8 Pemotong Pajak yang sudah pernah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 untuk Masa Pajak berikutnya dalam bentuk dokumen elektronik. Pasal 9 (1) Pemotong Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 yang telah disampaikan. Pembetulan SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 disebabkan adanya: kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan pembatalan transaksi;danatau transaksi yang belum dilaporkan. Dalam hal pembetuIan SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 disebabkan adanya: kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan, Pemotong Pajak terlebih dahulu harus membetulkan Bukti Pemotongan dimaksud;atau pembatalan transaksi, Pemotong Pajak terlebih dahulu harus membatalkan Bukti Pemotongan atas transaksi dimaksud. Pembetulan SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mengakibatkan adanya: pajak yang kurang dibayar, maka Pemotong Pajak terlebih dahulu melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut;atau pajak yang lebih dibayar, maka diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas kelebihan pembayaran pajak. Pembetulan SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pasal 10 (1) Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 harus disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dalam haI SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 yang dibetulkan telah disampaikan oleh Pemotong Pajak dalam bentuk formulir kertas (tough copy). Pembetulan SPT Mása PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 harus disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik dalam hal SPT Masa PPh Pasal 23 danatau Pasal 26 yang dibetulkan telah disampaikan oleh Pemotong Pajak dalam bentuk dokumen elektronik.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |